Rabu, 09 Desember 2009

Peningkatan Motivasi Siswa







BAB I

PENDAHULUAN

Keberhasilan pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar dan pembelajaran (Teaching and Learning Process) yang merupakan kegiatan inti dari proses pencapaian hasil belajar. Dalam kegiatan belajar dan pembelajaran melibatkan unsur-unsur yaitu, guru, siswa, sarana dan proses belajar dan pembelajaran itu sendiri. Dalam kenyataan di lapangan seringkali kita menjumpai berbagai macam problema yang bersumber dari unsur-unsur tersebut.

Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik, perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual. Perkembangan fisik dan perkembangan sosioemosional mempunyai konstribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental serta perkembangan kognitif siswa.

Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat diperlukan untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan. Akan tetapi sebaliknya, apabila materi pelajaran disampaikan secara monoton mengakibatkan siswa tidak tertarik untuk belajar dan kurang memiliki motivasi dalam belajar. Hal ini merupakan suatu kendala untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa seolah-olah harus mengikuti doktrin-doktrin yang diberikan oleh seorang guru, siswa tidak diberikan kesempatan untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran, guru kurang optimal di dalam memanfaatkan maupun memberdayakan media pembelajaran, kurang memperhatikan kondisi siswa dengan berbagai latar belakang kompetensi dan intelegensi, karena dalam proses pembelajaran cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered), textbook centered, dan monomedia.


Rendahnya kreativitas berpikir siswa-siswa Indonesia makin hari makin menjadi perhatian masyarakat, terutama kalangan pendidik (mis. Mangunwijaya,1998; Drost,1998; Marpaung,1998). Para ahli pendidikan tersebut sepakat mengatakan bahwa proses pembelajaran tradisional yang sampai sekarang masih dominan di sekolah-sekolah belum mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir produktif; satu dimensi yang paling esensial dari dimensi belajar. Sebagian besar pendidik belum menyusun secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar, karena memang kita masih kekurangan pengetahuan tentang proses belajar (Drost,1998). Akibatnya, hasil belajar siswa pun tidak dapat tercapai seperti yang diharapkan, yakni hasil belajar tingkat pemahaman, melainkan hanya sebatas pada tingkat apa yang disebut rote learning (belajar hafalan atau penyerapan informasi belaka).

Faktor lemahnya strategi pelaksanaan pembelajaran seperti diungkapkan di atas menjadi sumber rendahnya tingkat keberhasilan belajar siswa telah diakui banyak pihak. Termasuk guru sebagai pelaksana pembelajaran. Akan tetapi, faktor karakteristik siswa sebagai subyek yang belajar tak kalah pentingnya di dalam proses belajar dan pembelajaran. Salah satu faktor karakteristik siswa tersebut adalah motivasi belajar siswa. Motivasi belajar siswa merupakan suatu variabel yang tidak terlepas dari proses pencapaian hasil belajar siswa. Banyak ahli menengarai rendahnya hasil belajar siswa sekarang lebih disebabkan karena rendahnya motivasi belajar siswa. Wayan Ardhana (1990) menegaskan bahwa motivasi belajar siswa kini menjadi masalah besar yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita. Hamsu Abdul Gani (1999) menengarai menurunnya motivasi belajar siswa untuk berprestasi akibat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan berbagai sarana dan fasilitas hidup yang serba mudah dicapai. Gaya hedonisme (gaya hidup”enak-enakan”) yang melanda sebagian besar generasi muda kita melunturkan semangat kerja keras dan motivasi berprestasi. Hamsu Abdul Gani juga meyakini bahwa rendahnya prestasi siswa lebih disebabkan karena rendahnya motivasi yang diakibatkan oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang menciptakan gaya hidup hedonisme. Belajar yang harus ditempuh dengan kerja keras tidak lagi menjadi kesukaan siswa-siswa kita sekarang.

Begitu rumit dan parahnya persoalan yang kita jumpai di lapangan, mendorong kita sebagai guru untuk mencari akar permasalahan dan mencari alternatif pemecahannya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas salah satu permasalahan yang bersumber dari siswa yaitu rendahnya motivasi belajar siswa dan alternatif pemecahannya.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Motivasi belajar siswa terdiri dari dua kata yaitu motivasi dan belajar.

MoMotivasi adalah dorongan yang bersifat eksternal maupun internal yang dimiliki siswa untuk melakukan sesuatu atau untuk memahami sesuatu. Dalam hal ini adalah dorongan untuk melakukan belajar. Mengenai arti kata belajar kita dapat mendapatkan berbagai macam definisi tentang belajar. Menurut Thorndike, Skinner dan Watson sebagai pelopor pendekaan Behaviorist ( Neuman, 1993:87, dalam Suhadi Ibnu 2009) belajar adalah perubahan tingkah laku termasuk di dalamnya penguatan hubungan antara stimulus (sinyal ke otak) dan respons (output perilaku). Masih menurut Suhadi Ibnu (2009) belajar (learning) dapat juga diartikan sebagai upaya sadar untuk merubah kemampuan dan tingkah laku, dalam bentuk perolehan pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Jadi secara harfiah motivasi belajar siswa adalah dorongan yang bersifat eksternal dan internal yang dimiliki oleh siswa untuk melakukan belajar sebagai upaya sadar untuk merubah kemampuan dan tingkah laku, dalam bentuk perolehan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

B. Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa

Motivasi belajar siswa merupakan suatu potensi yang dimiliki siswa dalam proses pencapaian hasil belajar siswa. Motivasi belajar siswa dapatr ditinjau dari beberapa unsur yaitu;

  1. Kemampuan prosedural siswa yang dapat terlihat dari bagaimana siswa

mempersiapkan belajarnya sendiri

  1. Kualitas pelaksanaan belajar mandiri yang dilakukan oleh siswa
  2. Kualitas hasil belajar siswa.

Ketiga unsur di atas memiliki peranan yang besar dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa.



Indikator-indikator dari masing-masing unsur dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kemampuan prosedural siswa dalam mempersiapkan belajarnya sendiri.

Indikator yang dapat kita lihat dalam unsur ini adalah:

a. Siswa memiliki jadwal belajar yang dibuat sendiri di rumah

b. Siswa memiliki tempat belajar sendiri di rumah

c. Siswa mengatur tempat belajarnya sendiri di rumah

d. Siswa terbiasa menyediakan sumber belajar dirumah

e. Siswa selalu mempersiapkan pelajaran sekolah untuk esok harinya

f. Siswa memiliki target dalam belajarnya sendiri di rumah

g. Siswa memiliki target dalam belajarnya sendiri di sekolah

2. Kualitas pelaksanaan belajar mandiri yang dilakukan oleh siswa

Indikator yang dapat kita lihat dalam unsur ini adalah:

a. Siswa selalu belajar di tempat yang rutin di rumah.

b. Siswa selalu belajar di waktu yang rutin di rumah

c. Siswa selalu belajar dalam waktu yang tetap di rumah

d. Siswa selalu belajar sesuai dengan target waktu

e. Siswa sealalu belajar sesuai dengan target perolehan

f. Siswa selalu belajar atas kemauan sendiri

g. Siswa selalu masuk sekolah

h. Siswa selalu masuk sekolah tepat pada waktunya

i. Siswa selalu berada di sekolah sesuai jadwal waktu yang ditentukan

j. Siswa selalu mengerjakan tugas di rumah dengan sebaik-baiknya

k. Siswa selalu mengerjakan tugas di sekolah dengan sebaik-baiknya

3. Kualitas hasil belajar siswa.

Indikator yang dapat kita lihat dalam unsur ini adalah:

a. Siswa dapat mencapai target belajar seperti yang telah dibuat

sebelumnya

b. Siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas rumah tepat pada waktunya

c. Siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas sekolah tepat pada waktunya

d. Siswa dapat mencapai nilai baik dari tugas-tugas yang telah dikerjakan

e. Ada kemajuan hasil belajar siswa bila dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya


Indikator-indikator yang telah diuraikan di atas merupakan variabel-variabel yang sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa pada proses pencapaian hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian para ahli pendidikan yang telah diuraikan sebelumnya, indikator-indikator tersebut di atas masih dianggap belum tercapai, sehingga mengindikasikan bahwa motivasi belajar siswa juga masih rendah. Hal inilah yang sangat perlu untuk segera dicari alternatif pemecahannya, sehingga proses pencapaian hasil belajar dapat tercapai seperti yang diharapkan.

C. Alternatif-alternatif Pemecahan Permasalahan Rendahnya Motivasi

Belajar Siswa

Guru sebagai pelaksana pembelajaran memiliki tanggung jawab atas keberhasilan proses pencapaian hasil belajar yang diharapkan. Salah satu bentuk tangung jawab itu dapat diwujudkan dengan kemampuan guru dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Guru dapat menentukan kegiatan pembelajaran yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang dengan baik dan cermat oleh guru, dengan memperhatikan berbagai kondisi dan karakteristik siswa, akan memberikan hasil pembelajaran yang baik pula. Tidak saja pembelajaran itu menjadi menarik dan kemudian membangkitkan motivasi belajar siswa, akan tetapi juga memberikan prestasi belajar yang lebih baik sebagaimana menjadi tujuan akhir proses pembelajaran. Sesungguhnya motivasi belajar siswa merupakan cermin dari motivasi mengajar guru.

Bagaimana merancang dan melakukan kegiatan pembelajaran agar memiliki dampak positif terhadap peningkatan motivasi belajar siswa? Beberapa cara berikut dapat memberikan konstribusi terhadap perbaikan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan prestasi belajar siswa.

1. Menumbuhkan Sikap dan Persepsi terhadap apa yang Sedang Dipelajari.

Mudah untuk dipahami bahwa sikap dan persepsi terhadap belajar sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Sikap dapat mempengaruhi belajar secara positif, sehingga belajar menjadi mudah, sebaliknya sikap juga dapat membuat belajar menjadi sangat sulit. Di dalam banyak penelitian dan teori-teori belajar, sikap dan persepsi diyakini memiliki peranan yang fundamental di dalam proses belajar. Misalnya sikap atributif terhadap kemampuan menyelesaikan tugas belajar adalah faktor yang menentukan seberapa keberhasilan mereka memecahkan masalah. (Ardhana, 1994, dalam Rahayuningtyas,2003). Ada dua kategori sikap dan persepsi yang mempengaruhi belajar: (1) sikap dan persepsi tentang iklim (suasana) belajar, dan (2) sikap dan persepsi terhadap tugas-tugas kelas. Guru yang efektif memberikan pengutan terhadap kedua kategori ini dengan teknik yang jelas dan sesuai.

Cara guru membantu menumbuhkan sikap dan persepsi siswa yang positif terhadap iklim belajar dengan menekankan aspek-aspek internal siswa (suasana mental yang kondusif) daripada aspek-aspek eksternal. Aspek-aspek internal ini meliputi dua hal, yaitu (1) penerimaan oleh guru dan teman sekelas, sehingga mereka merasa diterima di lingkungan kelas itu; dan (2) kenyamanan suasana fisik di dalam kelas. Sedangkan cara membantu menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap tugas-tugas kelas atau tugas-tugas di rumah dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman akan tujuan pembelajaran, nilai tugas, kejelasan tugas dan kejelasan sumber belajar.

Secara pribadi, pada diri siswa dapat mencoba menerapkan salah satu strategi belajar yang baik bagi siswa yaitu strategi belajar metakognisi. Di mana dalam strategi belajar metakognisi berhubungan dengan berpikir siswa dengan berpikirnya sendiri dan kemampuannya untuk memonitor proses-proses kognitif. Strategi-strategi metakonitif meliputi dua pengetahuan, yaitu tentang kognisi dan pemonitoran kognitif. Pengetahuan tentang kognisi terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang siswa tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam suatu situasi pembelajaran tertentu. Sedangkan pemonitoran kognitif merupakan kemampuan siswa untuk memilih, menggunakan, memonitor strategi-strategi belajar yang cocok, cocok dengan gaya belajar mereka sendiri maupun dengan situasi yang sedang dihadapi. (PTBK, 2005). Dalam strategi metakognisi juga terdapat tiga macam aspek yaitu, merancang, melakukan dan memonitor serta mengevaluasi.

2. Menata dan Mengurutkan Isi Pembelajaran Agar Mudah Dipelajari Siswa

Isi pembelajaran yang ditata dan diurutkan, sehingga isi yang diajarkan lebih dulu menjadi prasyarat bagi isi yang akan diajarkan kemudian, akan memberikan kemudahan-kemudahan bagi siswa dalam mempelajari pesan atau isi pembelajaran (Degeng,1997). Dengan kemudahan belajar ini siswa menjadi lebih senang belajar dan menumbuhkan motivasi belajar siswa baik dirumah maupun di sekolah

3. Menata Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar yang tertata, yang memungkinkan setiap siswa berkomunikasi, dapat menciptakan iklim belajar yang baik. Penataan lingkungan belajar ini biasanya sangat tergantung kepada ketersediaan sumber belajar, yang tak jarang menjadi kendala utama. Akan tetapi, meskipun dengan segala keterbatasan kondisi sekolah, dengan kesigapan guru dalam menyiasati kondisi lingkungan yang ada di sekolah, sebatas apapun lingkungan belajar yang memungkinkan siswa bergairah belajar tetap dimungkinkan dapat diciptakan (Degeng,1997). Dalam menciptakan lingkungan belajar yang nyaman di rumah, guru juga dapat menyarankan kepada siswa untuk menata lingkungan belajarnya di rumah sesuai dengan keinginan siswa, seperti yang mereka lakukan di kelas atau di sekolah.

4. Menciptakan Iklim Belajar Kolaboratif ( suasana bekerja sama)

Dalam iklim belajar kolaboratif ini guru dapat mendorong siswa terbiasa belajar dalam dialog, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa. Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide-ide orang lain, dan merefleksikan ide sendiri pada ide-ide orang lain, adalah suatu bentuk pengalaman pemberdayaan pikiran.(Rahayuningtyas, 2003). Proses interaktif dengan sesama siswa itu membantu proses belajar. Pada dasarnya setiap siswa memiliki kebutuhan afiliatif yang kuat untuk berinteraksi dengan siswa lainnya. Banyak dari mereka termotivasi datang ke sekolah agar bertemu teman, mereka memiliki kebutuhan yang kuat untuk diterima, menerima, dan kadang mempengaruhi yang lain. Apabila guru dapat menerapkan iklim belajar seperti ini sehingga mendukung interaksi antar siswa, maka sebenarnya guru telah memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk berinteraksi (berafiliasi), dan menggunakan kelompok sejawat sebagai kekuatan untuk meningkatkan kegiatan belajar akademis bagi siswa baik secara klasikal ataupun individual.

5. Membuat Pembelajaran yang Realistis

Pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks di mana siswa sedang belajar merupakan aspek penting dari pembelajaran modern. Dengan mengaitkan isi pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna, dan sudah barang tentu menarik dan mengesankan bagi siswa. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. (University of Washington, 2001), sedangkan menurut Blanchard (2001), pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya. Dampak yang lebih jauh dari pembelajaran ini akan meningkatkan motivasi belajar bagi siswa, sehingga pada ujungnya akan memperbaiki prestasi belajar siswa.

6. Bekerja sama dengan Orangtua Siswa

Langkah ini sedikit menyimpang dari lima langkah sebelumnya, karena tidak terkait dengan kegiatan pembelajaran. Namun demikian langkah ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja, karena disadari ataupun tidak orangtua adalah kelompok penting dalam pekerjaan dan kehidupan profesional guru. Selama bertahun-tahun, para pendidik telah tahu bahwa aktor-aktor di luar sekolah, seperti keluarga dan masyarakat, memiliki efek yang kuat pada sikap terkait sekolah dan pembelajaran siswa. Sudah sejak tahun 1966, Coleman dan rekan-rekan sejawatnya mengidentifikasi pentingnya keluarga dan menemukan bahwa karakteristik-karakteristik keluarga merupakan prediktor yang kuat untuk kesuksesan anak di sekolah. Setelah itu banyak studi dilaksanakan selama tiga puluh tahun terakhir dan baru-baru ini dirangkum oleh Honig, Kahne, dan McLaughlin(2001). Salah satu kesimpulan kuat dari rangkuman itu adalah: Families matter, keluarga sangat penting. Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa kesempatan anak untuk belajar dan sukses di sekolah ditingkatkan dengan dukungan dan dorongan yang diberikan orangtua (atau pengasuh primer) kepada mereka. (Arends R,2008)

Melihat hasil-hasil penelitian yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa

motivasi belajar siswa juga sangat bergantung kepada peranan orangtua.

BAB III

PENUTUP

Rendahnya motivasi belajar siswa telah menjadi salah satu problema dalam pembelajaran di SMP khususnya dan dalam dunia pendidikan pada umumnya. Merosotnya prestasi belajar siswa bukan karena menurunnya tingkat kecerdasan siswa akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh rendahnya motivasi belajar pada diri siswa. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa perlu kerja keras guru di sekolah dan orangtua di rumah. Upaya guru di sekolah dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kualitas kegiatan pembelajarannya agar iklim belajar dapat menimbulkan gairah belajar dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah (1) menumbuhkan sikap dan persepsi positif terhadap pembelajaran, (2) menata dan mengurutkan isi pembelajaran agar siswa mudah dalam belajar, (3) menata lingkungan belajar,

(4) menciptakan iklim belajar kolaboratif, (5) Membuat pembelajaran yang realistik, dan (6) bekerja sama dengan orangtua siswa.



DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, I.W.1994. Keyakinan terhadap unjuk kerja dalam mengerjakan ujian,

atribusi kausal terhadap hasil yang diperoleh, perasaan yang menyertai, dan

pengharagaan terhadap hasil belajar berikutnya. Jurnal Teknologi

Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Tahun 2( Nomor 1-2) dalam

Rahayuningtyas. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa, Widya Wacana

5(2) .2003

Arends L, Richard. 2008. Learning to Teach. (7-th ed). New York: McGraw Hill

Companies.

Degeng, I N.S. 1998. Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi Isi dengan Model

Elaborasi. Malang: Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia.

Dirjen Dik Das Men, 2005 Ilmu Pengetahuan Alam, Materi Pelatihan

Terintegrasi Berbasis Kompetensi. (3) Jakarta.

Drost, J.I.G.M. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta : Kanisius &

Universitas Sanata Dharma

Gani, H.A. 1999. Motivasi Berprestasi Siswa SLTA di Sulawesi Selatan. Jurnal

Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Tahun 7, Nomor 2

Ibnu, Suhadi, 2009. Hand Out Perkuliahan Landasan Pembelajaran IPA,

Malang. Universitas Negeri Malang

Mangunwijaya, Y.B. 1998. Beberapa Gagasan entang SD Bagi 20 Juta Anak dari

Keluarga Kurang Mampu. Dalam Sumaji (Ed), Pendidikan Sains yang

Humanistis. Yogyakarta: kanisius & Universitas Sanata Dharma

Marpaung, Y. 1998. Pendekatan Sosio-kultural dalam Pembelajaran Matematika

dan Sains. Dalam Sumaji (Ed), Pendidikan Sains yang Humanistis.

Yogyakarta: kanisius & Universitas Sanata Dharma

Rahayuningntyas. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa, Widya Wacana

5(2) .2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar